republicberita.com – Denpasar – Saksi mantan Kepala Biro Akademik Kerja Sama dan juga juga Humas Universitas Udayana (Unud) Bali IGN Indra Kecapa mengungkap ada konflik internal Unud dalam pengambilan kebijakan penarikan sumbangan pengembangan institusi (SPI) tahun 2018.
Hal itu diungkapkan Indra Kecapa yang digunakan dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk tiga terdakwa kasus dugaan korupsi dana SPI Unud yakni I Made Yusnantara, Dr. Nyoman Putra Sastra lalu I Ketut Budiartawan dalam lanjutan sidang perkara dugaan korupsi dana SPI jalur mandiri Unud tahun 2018-2022 pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Bali, Jumat.
Di hadapan majelis hakim, saksi Indra Kecapa mengisahkan pada tahun 2018, dirinya bertugas sebagai Kepala Biro Akademik Kerja Sama juga juga Humas Unud terlibat perselisihan dengan Wakil Rektor 1 yakni terdakwa Prof. I Nyoman Gede Antara (berkas terpisah) terkait dengan tugas pokok juga fungsi (tupoksi) dalam kepanitiaan seleksi mahasiswa baru jalur mandiri tahun 2018, terkait dirinya bukan terlibat dalam penyusunan tarif SPI juga tidaklah tahu menahu persoalan draf tarif SPI.
Dia mengaku seharusnya dia sebagai kepala Biro Akademik Kerja Sama kemudian Humas Unud berhak mengetahui draf tarif SPI yang tersebut hal itu dipungut dari mahasiswa baru oleh sebab itu staf yang mana hal itu ada di tempat dalam bawah garis koordinasinya bertugas mengupload data terkait SPI untuk dimasukkan dalam sistem registrasi.
Namun, dalam kenyataannya Prof. Antara justru tiada melibatkannya dalam proses itu lalu langsung memerintahkan dua bawahannya yakni terdakwa I Made Yusnantara kemudian Ketut Budiartawan.
Jaksa Nengah Astawa pun mengejar pernyataan saksi serta bertanya bagaimana mungkin saksi tiada mengetahui draf SPI yang digunakan yang disebut ada kaitannya dengan tugas kemudian fungsinya.
"Ada hierarki yang digunakan dimaksud dilangkahi sehingga berdampak pada kerja. Saya dikeluarkan dari WA pimpinan, keluar dari WA akademik, gara-gara kami mengupload SK daya tampung SPI. Padahal SK daya tampung semestinya diketahui oleh masyarakat. Kami disalahkan oleh Wakil Rektor 1 (terdakwa Prof. Antara), sehingga kami tidaklah dapat berkreasi, berinovasi lalu bekerja dengan aktif," kata Indra Kecapa.
Buntut dari kejadian itu, saksi Indra pun bukan melibatkan dalam seluruh proses penerimaan mahasiswa baru oleh ketua panitia Prof. Antara, bahkan dirinya harus mengajukan permohonan informasi dari I Made Yusnantara yang dimaksud digunakan adalah bawahannya sendiri.
"Saya justru disuruh untuk menanyakan ke Pak Yus (terdakwa I Made Yusnantara) sebelum saya mengupload data atau informasi yang mana mana biasanya saya tahu," kata dia dalam area hadapan Majelis Hakim Putu Ayu Sudariasih, Gede Putra Astawa serta Nelson.
Saksi lain yang digunakan dimaksud dihadirkan JPU adalah Prof. AA Wiradewi Lestari yang digunakan digunakan saat itu menjabat sebagai Sekretaris Penerimaan Mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri tahun 2018.
Di muka persidangan, saksi Dewi mengungkap tak mengetahui dasar hukum pungutan SPI sebagaimana yang digunakan termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 95/PMK.05/2020 tentang tarif layanan Badan Layanan Umum Universitas Udayana pada Kementerian Pendidikan juga Kebudayaan serta penjabarannya dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum, sebagaimana telah lama lama diubah dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2012 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum.
Saksi mengungkap pungutan SPI pada dalam Unud tanpa studi banding.
"Tidak ada (studi banding). Tetapi, yang tersebut dimaksud saya tahu benchmarking ya kita datang ke tempat kita ingin belajar. Jadi kalo tentang SPI ya belajar ke universitas yang digunakan sudah ada SPI," kata saksi Wiradewi Lestari menjawab pertanyaan JPU terkait apakah ada studi banding pungutan SPI pada Unud.
Yang jelas, kata saksi, pada tahun 2018, dirinya ditugaskan bersama tim untuk membentuk juga menyusun tarif SPI belaka belaka berdasarkan pencarian data sekunder melalui internet terkait pungutan uang pangkal pada tempat tiga Universitas dalam Jawa Timur. Namun, setelah diimplementasikan pengumpulan data kemudian sudah jadi dalam bentuk naskah akademis, ternyata pada saat rapat penentuan draf tarif SPI sudah ada.
"Kami ditugaskan untuk membentuk serta menyusun tarif, dalam dalam mana sudah ada tarif. Airlangga segini ya kita Udayana segini. Tapi, dalam rapat itu kami sudah mendapatkan data yang mana dimaksud sudah dipersiapkan mengenai tarif SPI," kata saksi.
"Siapa yang mana digunakan menyiapkan data-data itu?," tanya JPU.
"Saya tak ingat pasti, tapi sudah ada. Kami cuma mengajukan naskah, setelah itu tim bukan lagi terlibat lagi. Kami belaka mengumpulkan angka-angka, disusun naskah akademiknya diberikan kepada pimpinan. Selanjutnya kami tidaklah tahu lagi," kata saksi Wiradewi Lestari.