republicberita.com –

Siswanto Rusdi adalah pendiri serta juga Direktur The National Maritime Institute (Namarin), lembaga pengkajian yang dimaksud yang disebut fokus pada bidang pelayaran, pelabuhan, MET (Maritime Education and Training (MET), serta juga keamanan maritim. Ia berlatar belakang institusi belajar pascasarjana dari FIKOM UPI YAI, Jakarta lalu RSIS-NTU, Singapura, setelah gelar sarjana ditempuh di dalam tempat Universitas Ibnu Chaldun Jakarta. Dia pernah bekerja sebagai wartawan dengan posisi terakhir sebelum banting setir adalah koresponden untuk koran Lloyd’s List, Inggris. Pada masanya, terbitan ini merupakan rujukan pelaku perniagaan pelayaran global. Kini, selain mengelola Namarin, dia juga mengajar di tempat area beberapa universitas pada Jakarta.
Profil Selengkapnya
Sebelum bertolak kembali ke negaranya, Presiden Republik Islam Iran Ebrahim Raisi, menyempatkan diri bertemu dengan pebisnis Indonesia yang digunakan mana tergabung ke dalam Kamar Dagang juga Industri Indonesia (KADIN). Pertemuan dengan para pengusaha ini – begitu pula dengan elemen bangsa lainnya – layak diapresiasi oleh sebab itu mampu memicu peningkatan hubungan perdagangan, kebudayaan lainnya dalam antara kedua negara.
Seperti dilaporkan oleh media, sejauh ini nilai perdagangan nonmigas Indonesia-Iran pada periode Januari-Maret 2023 tercatat US$ 47,9 juta. Sedangkan pada 2022, total perdagangan Indonesia-Iran mencapai US$ 257,2 juta. Nilai ini terdiri atas perdagangan migas senilai US$ 2,5 jt lalu nonmigas senilai US$ 254,7 jt (Tempo.co/24/5).
Ada hal yang tersebut dimaksud cukup menarik yang digunakan digunakan terungkap dari pertemuan yang dimaksud dihelat di tempat area sebuah hotel dalam tempat seputaran Tugu Selamat Datang itu. Penulis kebetulan hadir sebagai peserta yang digunakan hal itu diundang melalui jalur Kedutaan Besar Iran kemudian karenanya langsung mendengarkannya.
Disampaikan oleh salah pribadi perwakilan pengusaha Indonesia, ia terkait dengan bidang kemaritiman dalam hal ini pelayaran. Menurut sang pengusaha, pengiriman barang (ekspor) Indonesia ke Negeri Mullah hal itu terkendala pelarangan terhadap kapal yang tersebut mana akan masuk ke pelabuhan-pelabuhan dalam sana.
Fakta ini menarik untuk dikomentari. Ada beberapa catatan yang mana dapat dikemukakan terhadap apa yang tersebut digunakan diungkap oleh pebisnis tadi. Catatan ini penulis anggap perlu diketahui khalayak agar isunya dapat dipahami dengan utuh.
Pelarangan kapal masuk ke pelabuhan dalam Iran sesungguhnya bukan ada, apalagi terhadap kapal-kapal Indonesia. Bukan apa-apa. Soalnya jarang ada kapal Indonesia yang mana berlayar ke sana.
Ini bukan kata saya, melainkan kata orang kolega yang digunakan digunakan berbisnis sebagai agen kapal (shipping agent). Diungkapkannya, perdagangan Indonesia-Iran selama ini berjalan tiada langsung.
Maksudnya, barang/komoditas yang dimaksud diangkut menggunakan transporter pihak ketiga lalu juga muatan yang mana ada selanjutnya dibongkar di area dalam pelabuhan pihak ketiga pula yang mana yang ada di area tempat kawasan serantau. Dari sana kemudian baru dikirim ke tujuan akhir pada Indonesia. Situasi ini dikenal dalam dunia pelayaran dengan istilah transshipment serta Indonesia banyak melakukan ekspor-impornya melalui cara ini.
Menariknya lagi, masih kata teman itu, untuk kebutuhan BBM Indonesia ternyata tak membeli dari Iran padahal negeri ini merupakan pemain utama dalam kegiatan bidang usaha minyak dunia. Indonesia membeli minyak justru dari negara lain termasuk Rusia.
Kondisi ini ia ketahui akibat perusahaannya beberapa kali pernah menawarkan tanker-tanker Iran yang dimaksud hal itu diageni kepada perusahaan minyak nasional Pertamina untuk dipakai dalam importasi BBM jika mereka itu membeli dari sana. Tapi tak kunjung dapat respons.
Kembali kepada persoalan pelarangan kapal ke Iran. Jika pun hal ini terjadi, kebijakan ini pastinya tidaklah diambil oleh pemerintah negara tersebut. Beberapa waktu lalu Iran memang ada menahan tanker Advantage Sweet yang mana hal tersebut tengah bernavigasi dalam Teluk Oman dari Kuwait dalam perjalanannya menuju Houston, AS. Kapal ini ditahan oleh sebab itu ia telah terjadi terjadi bertubrukan dengan sebuah perahu Iran.
Di samping itu, penahanan juga merupakan tindakan balasan terhadap langkah AS yang tersebut digunakan menyita kargo minyak Iran sebelumnya. Jadi ini merupakan langkah politis ketimbang murni bisnis.
Pelarangan kapal ke Iran sebetulnya dilaksanakan oleh perusahaan asuransi serta klub protection and indemnity (P&I). Kelompok ini mengeluarkan kebijakan dimaksud lantaran merupakan bagian dari upaya yang mana dimaksud dimotori oleh AS kemudian Uni Eropa untuk mengembargo minyak Iran, Venezuela juga belakangan Rusia.
Operator kapal yang tersebut mana asuransi juga P&I-nya dipegang oleh kelompok dalam atas, seluruhnya perusahaan AS atau Uni Eropa/Inggris, jelas harus mengikuti arahan agar tak berlabuh pada dalam pelabuhan-pelabuhan Iran bila bukan hendak uang pertanggungan asuransinya hangus. Dan, ini juga harus dibaca bahwa dia bukan boleh mengangkut komoditas dengan syarat Iran, dalam hal ini minyak, baik mentah maupun sudah hasil olahannya.
Dari sudut praktik bisnis perasuransian juga juga P&I, larangan ini boleh dibilang janggal. Dalam kedua sektor bidang usaha ini, apapun jenis prospek ancaman ada paket yang mana dimaksud sudah disiapkan untuk para pemilik kapal atau operatornya. Paket ini dikenal dengan istilah war zone.
Seberapa pun besar ancaman terhadap kapal – dalam ini perang – owner maupun operator tetap dapat melayari pelabuhan di tempat tempat wilayah yang digunakan dimaksud sedang diamuk peperangan. Seandainya kapal terkena hantaman rudal para pihak yang tersebut sedang berkonflik kerugiannya akan ditanggung asuransi/P&I.
Pihak penanggung paling banter cuma mengeluarkan peringatan alias notice, tiada melarang. Namun dalam kasus Iran, merek mengeluarkan larangan memasuki perairan negara yang dimaksud berikut ancaman akan men-default-kan uang pertanggungan bagi pemilik serta operator kapal.
Jadi, rasanya tambahan tepat jika keluhan adanya pelarangan terhadap kapal Indonesia memasuki perairan Iran dialamatkan kepada perusahaan asuransi atau P&I di dalam tempat AS, Eropa lalu Inggris. Sekaligus mengecam keras terhadap kebijakan itu. Bukan dialamatkan kepada Presiden Iran. Entahlah.