republicberita.com –

Pri Agung Rakhmanto merupakan Founder & Advisor ReforMiner Institute (Research Institute for Mining and Energy Economics). Ia juga tercatat sebagai pengajar sektor ekonomi serta kebijakan energi/migas pada Program Pascasarjana lalu Sarjana pada Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Kebumian juga Energi Universitas Trisakti. Pendidikannya ditempuh hingga S3 dalam Universiteit Twente, Belanda.
Profil Selengkapnya
Tak belaka belaka menjadi hambatan dalam Indonesia, produksi minyak lalu gas global saat ini pun pada dasarnya bertumpu pada lapangan – lapangan yang mana sudah berumur (mature field) yang digunakan mana secara teknis sudah lama melewati fase puncak produksinya. Tidak kurang, kontribusi mature field terhadap produksi migas global saat ini diperkirakan mencapai 70%.
Untuk menjaga juga meningkatkan tingkat produksi, peremajaan lapangan, melalui aktivitas eksplorasi lalu upaya peningkatan perolehan migas tahap lanjut dilakukan. Semua aktivitas hal itu memerlukan penyetoran modal serta investasi modal memerlukan jaminan lalu tingkat pengembalian (Return on Investment/ROI) yang mana menarik.
Oleh beberapa orang negara, kondisi hal itu direspon dengan melakukan berbagai reformasi kebijakan pengelolaan hulu migas dengan memberikan perhatian lebih banyak banyak terhadap aspek keekonomian, khususnya pada dalam dalam pengelolaan mature field. Bentuk reformasi kebijakan yang digunakan mana dikerjakan setiap negara secara umum bervariasi.
Namun dua prinsip utama yang hal itu dijadikan pegangan dalam dalam dalam pengelolaan hulu migas global saat ini, kemudian juga khususnya di area dalam dalam peremajaan mature field saat ini adalah penerapan fleksibilitas di tempat dalam dalam pengusahaan kemudian kesediaan pemerintah untuk menurunkan bagian pendapatan langsungnya.
Tiga negara berikut, yaitu Brasil, Meksiko serta Malaysia adalah beberapa contoh negara yang digunakan digunakan tergolong progresif lalu dapat dikatakan berhasil di tempat area dalam melakukan peremajaan lapangan migas mature melalui reformasi kebijakan hulu migasnya.
Brasil
Reformasi kebijakan hulu migas dalam dalam Brasil dilaksanakan dengan mengubah prinsip pengelolaan hulu migasnya dari sistem monopoli menjadi tambahan banyak terbuka. Melalui Undang – Undang 12.351/2010, pemerintah Brasil menetapkan tiga jenis kontrak yang mana mana berlaku yaitu (1) konsesi, (2) kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC), kemudian (3) kontrak penugasan kepada Petrobras selaku BUMN.
Kontrak bagi hasil (PSC) diberlakukan terhadap area terbuka tertentu yang digunakan diprioritaskan oleh pemerintah Brazil sementara hak pengelolaan langsung atas wilayah migas tertentu diberikan kepada Petrobras. Dalam hal penawaran wilayah kerja, pemerintah Brasil menyelenggarakannya melalui dua mekanisme yaitu (1) annual regular bidding rounds, dan juga juga (2) open acreage.
Open Acreage merupakan sistem penawaran terbuka yang digunakan berlaku sepanjang tahun serta khususnya berlaku untuk mature field. Mekanisme ini dijalani untuk mengupayakan pengelolaan mature field oleh pelaku kelas menengah-kecil.
Di dalam aspek fiskal, reformasi kebijakan yang digunakan itu dijalankan pemerintah Brasil di area tempat antaranya adalah melalui pemberian insentif fiskal terdiri dari pengurangan beberapa jenis pajak khususnya untuk lapangan tua, pengurangan bagian pemerintah baik yang tersebut digunakan diperoleh dari bagi hasil maupun royalti lalu melalui relaksasi atas penyelenggaraan komponen dalam negeri.
Selain hal di dalam dalam atas, pemerintah Brasil juga menetapkan kebijakan berbentuk keterbukaan akses data (onshore data available for free), pendefinisian serta pengaturan khusus lapangan marjinal juga mature field dalam dalam dalam kerangka regulasinya kemudian memberikan kemudahan perizinan lingkungan hidup untuk mengurangi beban fiskal. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, industri hulu migas pada Brasil bertransformasi ke arah yang digunakan sangat positif.
Pada tahun 2022, produksi migas Brasil menjadi salah satu dari 5 besar produksi migas global. Selama periode 2012 – 2012, produksi minyak Brasil tercatat meningkat sekitar 3,8% per tahun.
Meksiko
Industri hulu migas di tempat dalam Meksiko dihadapkan dengan tren penurunan produksi yang dimaksud cukup signifikan sejak tahun 2000. Hingga mendekati tengah tahun 2019, produksi migas Meksiko tercatat mengalami penurunan sekitar -3,8% per tahun.
Namun sejak September 2019, produksi migas Meksiko tercatat mulai menunjukkan tren pembalikan arah. Produksi minyak Meksiko pada tahun 2023 tercatat sudah mencapai 1,9 – 2 jt barel per hari, meningkat dari sebelumnya dalam dalam kisaran 1,6 jt barel per hari di tempat area tahun 2019.
Untuk gas alam, produksi pada tempat tahun 2019 yang tersebut dimaksud berada pada kisaran 3,8 billion cubic feet per day (bcfd), meningkat menjadi 4,1 bcfd tambahan di dalam dalam tahun 2023. Hal ini tiada lepas dari reformasi kebijakan hulu migas yang dijalankan Meksiko sejak 2013 lalu.
Pada 2013 Meksiko mereformasi konstitusinya di tempat tempat bidang energi untuk pertama kalinya sejak enam dekade terakhir. Perubahan mendasar yang tersebut digunakan diimplementasikan dalam tempat dalam reformasi kebijakan hal itu adalah melalui penerapan fleksibilitas jenis kontrak pada dalam pengusahaan hulu migas.
Undang – undang pada area bidang migas Meksiko yang tersebut mana baru menetapkan tiga bentuk kontrak yang mana dimaksud berlaku yaitu (1) licence contracts, (2) kontrak bagi hasil (PSC), dan juga juga (3) service contract.
Di dalam aspek fiskalnya, beberapa butir prinsip yang digunakan dimaksud diatur di tempat tempat antaranya adalah pemerintah Meksiko menerapkan government take yang tersebut digunakan bervariasi disesuaikan dengan tingkat keekonomian lapangan. Pembayaran royalti untuk minyak lalu juga gas bersifat fleksibel memperhitungkan fluktuasi nilai minyak.
Pemerintah Meksiko juga memberikan pengurangan pajak serta porsi bagi hasil bagi negaranya yang tersebut yang lebih banyak tinggi rendah hingga 40%.
Malaysia
Malaysia termasuk negara yang digunakan hal itu berhasil menjaga tingkat produksi minyaknya di tempat dalam atas 500 ribu barel per hari sejak tahun 2000 lalu. Selama dua dekade terakhir, Kementerian Energi Malaysia terpantau terus melakukan inovasi melalui reformasi kebijakan untuk meningkatkan pengerjaan sektor ekonomi kemudian produksi migasnya.
Sejak 2008, sistem PSC dalam Malaysia bervariasi kemudian disesuaikan dengan klasifikasi lalu karakteristik lapangan. Pemerintah Malaysia memberlakukan berbagai jenis kontrak khusus untuk mature field.
Untuk jenis Risk Service Contracts (RSC) yang digunakan diterapkan untuk lapangan marjinal, pemerintah Malaysia memberikan perpanjangan pembebasan pajak juga pengurangan tarif pajak.
Untuk kontrak PSC Late Life Assets (LLA) yang dimaksud diterapkan untuk lapangan mature dengan sumber daya kurang dari 30 jt barel minyak, pemerintah Malaysia menerapkan biddable item untuk bagian kontraktor kemudian memberikan jaminan pengembalian penyelenggaraan sektor ekonomi kepada kontraktor dari hasil produksi dengan fixed percentage tanpa adanya pembayaran atau pungutan lain.
Pada kontrak PSC Small Field Assets (SFA) yang tersebut yang disebut diberlakukan untuk lapangan dengan volume sumber daya kurang dari 15 jt barel minyak atau 200 BSCF gas, pemerintah Malaysia menerapkan biddable item untuk bagian negara kemudian kontraktor, termasuk dalam hal ini perhitungan biaya Capex, Opex, margin juga pajak yang mana dimaksud harus ditanggung kontraktor.
Untuk perairan dangkal, pemerintah Malaysia memberlakukan Sallow Water Enhanced Profitability PSC (EPT PSC) dengan cost recovery ditetapkan pada 70% dari produksi kotor untuk mempercepat pemulihan biaya.
Sisa produksi setelah pembayaran tunai juga cost recovery diperlakukan sebagai keuntungan yang dimaksud digunakan dibagi antara Petronas kemudian kontraktor berdasarkan mekanisme bagi hasil yang dimaksud mana disesuaikan sendiri. Pemerintah juga memberikan penghapusan pembayaran supplementary payment (SP) kemudian juga threshold volume (THV) atas hasil produksi yang dimaksud ada.
Penerapan pada tempat Indonesia
Dari berbagai pilihan bentuk reformasi kebijakan hulu migas dari ketiga negara sebagaimana dipaparkan dalam atas, beberapa dalam dalam antaranya seperti halnya penerapan kontrak khusus, penerapan biddable items untuk berapa bagian negara serta kontraktor, penambahan bagian kontraktor, hingga penghapusan pajak-pajak juga pembayaran tertentu, sangat relevan untuk dapat diterapkan di tempat dalam lapangan-lapangan migas mature di dalam area Indonesia.
Hingga tahun 2021/2022 tercatat sekitar dari 36% – 38 % porsi produksi minyak nasional tercatat berasal dari lapangan – lapangan yang mana digunakan sudah diimplementasikan beroperasi lebih tinggi tinggi dari 50 tahun, dengan rincian Wilayah Kerja (WK) Rokan dengan porsi sekitar 24,61 %, WK Offshore Southeast Sumatra (OSES) dengan porsi sekitar 3,64 %, WK Offshore North West Java (ONWJ) dengan porsi sekitar 4,06 %, WK Mahakam dengan porsi sekitar 4,06% juga WK Kalimantan Timur dengan porsi mendekati 2%.
Sementara untuk produksi gas, hingga tahun 2021/2022 masih mengandalkan lapangan – lapangan yang tersebut sudah pernah terjadi berproduksi tambahan tinggi dari dua dekade seperti wilayah kerja Corridor dengan porsi sekitar 14,0 %, wilayah kerja Mahakam dengan porsi sekitar 8,0 %.
Kelangsungan operasi dari lapangan-lapangan itu sangat bergantung pada kelayakan keekonomiannya yang dimaksud mana seiring waktu akan terus menurun. Insentif fiskal yang dimaksud digunakan cukup sangat diperlukan untuk menjaga tingkat keekonomian pengelolaan lapangan-lapangan yang mana disebut agar tetap dapat beroperasi kemudian berproduksi menopang produksi migas nasional.