Opini  

Pohon Agathis: Antara Ekonomi Rakyat lalu Konservasi dalam Papua

Pohon Agathis: Antara Ekonomi Rakyat lalu Konservasi dalam Papua

republicberita.com –

Relawan Kuswandi

Relawan Kuswandi

Relawan Kuswandi saat ini bekerja sebagai peneliti di area tempat Pusat Riset Ekologi kemudian Etnobiologi Badan Riset kemudian Inovasi Nasional. Sebelumnya sejak tahun 1988 sampai dengan 2022, ia merupakan peneliti Badan Litbang kemudian Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup serta Kehutanan yang dimaksud berdomisili pada Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Relawan Kuswandi merupakan anggota berpartisipasi Perhimpunan Periset Indonesia (PPI), Asosiasi Peneliti kemudian Teknisi Kehutanan juga Lingkungan Hidup (APTKLHI) serta anggota Tim Pokja Perhutanan Sosial Provinsi Papua Barat. Sebagai peneliti, sudah dijalankan banyak jurnal yang digunakan diterbitkan terutama pada manajemen hutan, biometrika, ekologi hutan , silvikultur juga hasil hutan bukan kayu yang tersebut digunakan dipublikasikan dalam bentuk buku, prosiding, jurnal nasional lalu internasional terindeks global.

Profil Selengkapnya

Agathis labillardieri Warb, atau yang mana kerap disebut sebagai pohon agathis, merupakan salah satu kekayaan hayati endemik dalam tempat Pulau Papua, yang mana dimaksud memiliki peran sektor perekonomian yang tersebut penting, baik sebagai penghasil kayu maupun hasil hutan bukan kayu (HHBK).

Namun, flora itu termasuk jenis yang dimaksud dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup serta Kehutanan, sehingga pengelolaan serta pemanfaatannya dibatasi atau bahkan dilarang. Hal ini menimbulkan konflik dalam pengelolaan hutan oleh penduduk pemilik hak ulayat baik dalam skema perhutanan sosial maupun skema lainnya dalam Pulau Papua.

Data hasil pengamatan langsung memperlihatkan bahwa sebenarnya tumbuhan ini masih terdapat dalam total kuantitas yang digunakan cukup, sehingga tetap potensial untuk tetap dimanfaatkan lalu juga dikelola dengan prinsip-prinsip konservasi.

Selain itu, penentuan jenis flora yang tersebut digunakan termasuk dilindungi kemudian tidaklah boleh dimanfaatkan diusulkan juga untuk ditelaah melalui riset populasi hutan secara ekologi yang digunakan digunakan komprehensif langsung dalam dalam Pulau Papua.

Pohon Agathis dalam tempat Pulau Papua
Secara taksonomi, Agathis termasuk dalam genus Araucariaceae. Pohon dari genus ini dicirikan oleh berbatang besar dengan tinggi dapat mencapai 70 m dengan diameter batang 2 m serta bercabang sedikit.

Tajuk pada pohon yang mana masih muda umumnya berbentuk kerucut sedangkan pada pohon yang dimaksud digunakan sudah tua bukan teratur. Di Indonesia, spesies Agathis tersebar luas, meliputi pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, serta Papua.

Beberapa jenis agathis yang mana mana terdapat pada Indonesia yaitu A. alba Warb. (Sumatera, Maluku), A. borneensis Warb. (Kalimantan), A. hauri (Sulawesi), A. filipina (Sulawesi), lalu A. labillardieri Warb. (Papua).

Pohon A. labillardieri Warb menjadi endemik dikarenakan semata-mata tersebar dalam daratan pulau Papua. Jenis ini tersebar di area area daerah Sarmi (Bodem – Siduarsi), Biak, Yapen Waropen, Nabire, Kaimana, Bintuni, Kebar, Fak-Fak, Manokwari, Jayawijaya juga Sorong Selatan.

Di hutan alam Papua, A. labillardieri tumbuh bercampur dengan jenis-jenis lainnya mulai dari dataran rendah dekat pantai sampai dengan ketinggian lebih tinggi banyak dari 800 m dalam atas permukaan laut.

Peluang sektor dunia usaha pengelolaan tanaman Agathis
Pohon agathis atau disebut juga damar mempunyai nilai kegiatan perekonomian yang tersebut digunakan cukup tinggi baik sebagai penghasil kayu maupun hasil hutan bukan kayu (HHBK). Pohon agathis biasanya dimanfaatkan kayunya untuk pertukangan serta furnitur.

Selain itu tanaman ini menghasilkan resin yang mana hal itu disebut kopal yang mana digunakan juga mempunyai nilai kegiatan ekonomi cukup tinggi. Kopal banyak digunakan sebagai materi industri cat, pernis, methylates, red shells, burn varnishes, linoleum, tinta, pelapis tekstil, industri kulit, water proofing kemudian cairan pengeringan.

Selain itu, kopal atau damar juga dimanfaatkan dalam bidang kesehatan. Getah damar memiliki salah satu jenis enzim yang itu sanggup menjadi perantara untuk memperbaiki memori lalu meningkatkan rasa nyaman untuk penderita penyakit gangguan memori.

Getah damar juga mengandung salah satu senyawa bergerak yang dimaksud yang disebut dengan amentoflavone yang tersebut dimaksud memberikan pengaruh sangat besar bagi penyakit HIV.

Nilai sektor ekonomi tanaman agathis cukup tinggi, namun demikian dalam pengelolaannya menghadapi beberapa kendala.

Kendala hal itu adalah (1) terbatasnya informasi tentang potensi; (2) terbatasnya aksesibilitas baik dalam produksi (kayu + kopal) maupun pemasaran; (3) keterbatasan SDM serta (4) keterbatasan sumber pendanaan.

Pada umumnya lokasi atau keberadaan tanaman agathis berjauhan dari pemukiman penduduk (kampung atau desa). Hal ini mengakibatkan kesulitan dalam pengelolaan tanaman agathis. Di sisi lain, pengambilan kopal dari tanaman agathis masih bersifat tradisional kemudian tergantung dari permintaan pasar.

Sampai saat ini bukan ada ada informasi tentang berapa kebutuhan kopal baik di dalam tempat Indonesia maupun dunia. Namun demikian apabila didasarkan pada banyaknya manfaat dari kopal untuk berbagai kepentingan maka prospek perekonomian dari kopal masih cukup tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi kopal dengan cara menghasilkan koakan atau luka pada batang agathis berkisar antara 209 – 986 gram/7 hari tergantung dari besar kecilnya diameter pohon. Sedangkan biaya kopal di tempat tempat pasaran saat ini sekitar Rp. 19.000,-/kg. Akan tetapi biaya dalam tingkat pengumpul belaka berkisar antara Rp. 3.000,- – Rp. 5.000,-

Konservasi tanaman agathis
Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati memberikan pengertian konservasi, yaitu pengelolaan sumber daya alam hayati di area area mana pemanfaatannya dijalani secara bijaksana demi menjamin kesinambungan persediaan hayati dengan meningkatkan kemudian memelihara kualitas keanekaragaman nilainya.

Pasal 21 ayat 1 UU no 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati kemudian ekosistemnya menyebutkan bahwa setiap orang dilarang untuk : (a). mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, kemudian memperniagakan tumbuhan yang tersebut digunakan dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati; (b). mengeluarkan tumbuhan yang dimaksud dimaksud dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau meninggal dari suatu tempat dalam Indonesia ke tempat lain di dalam tempat dalam atau di dalam area luar Indonesia.

Dalam lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup juga juga Kehutanan P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 yang tersebut yang kemudian diperbaharui dengan Permen LHK Nomor P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 juga terakhir diperbaharui dengan Permen LHK Nomor P.106/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang jenis satwa serta juga tumbuhan yang digunakan mana dilindungi, disebutkan bahwa A. labillardieri Warb merupakan jenis yang dimaksud digunakan dilindungi.

Selain itu berdasarkan data dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), jenis ini telah lama dijalankan masuk dalam kategori hampir terancam punah (NT).

Berdasarkan hal yang disebut maka pengelolaan serta pemanfaatan tanaman A. labillardieri pada tempat Papua “dibatasi atau bahkan dilarang akibat termasuk tumbuhan yang dimaksud yang disebut dilindungi”. Hal ini akan menjadi permasalahan dalam peningkatan perekonomian warga terutama kelompok umum yang mana telah dilakukan terjadi miliki ijin pengelolaan dalam bentuk Hutan Desa dari skema Perhutanan Sosial (PS).

Seperti diketahui bahwa penduduk adat Papua memandang hutan serta segala isinya dalam wilayah hukum adatnya dimiliki kemudian dikuasai secara turun temurun baik perorangan maupun kelompok. Berdasarkan pandangan ini, maka seluruh kawasan hutan alam yang yang berada dalam tempat Papua terbebani oleh hak masyarakat.

Sehubungan dengan hal itu maka akan menimbulkan konflik dalam pengelolaan hutan oleh warga pemilik hak ulayat baik dalam skema PS maupun skema lainnya dalam area Papua.

Sebaran Pohon Agathis dan juga juga Pengelolaannya
Walaupun Informasi tentang sebaran tanaman agathis dalam Papua masih sangat terbatas, namun data memperlihatkan  kuantitasnya masih cukup baik. Hasil penelitian yang mana digunakan sudah pernah dijalankan dikerjakan pada tahun 2009 dalam areal hutan Bodem-Siduarsi seluas 19.900 ha menunjukkan prospek A. labillardieri pada kawasan hutan produksi 1,26 pohon/ha, sedang pada kawasan hutan lindung sebesar 3,49 pohon/ha.

Oleh lantaran itu, pengelolaan lalu pemanfaatannya dengan prinsip-prinsip konservasi tetap dapat dilaksanakan. Berdasarkan pengamatan juga sebaran tanaman agathis masih cukup banyak pada Papua.

Dengan demikian timbul pertanyaan “mana yang dimaksud dimaksud tambahan lanjut penting antara perekonomian warga atau konservasi”. Namun apabila pengelolaannya dapat dijalankan secara terencana lalu juga bijaksana maka antara dunia bisnis penduduk serta konservasi dapat berjalan secara berdampingan.

Dengan demikian moto “masyarakat sejahtera hutan lestari” dapat terwujud.