republicberita.com –
Jakarta – CEO RISC-V International takut langkah pemerintah Amerika Serikat terhadap teknologi sumber terbuka akan memperlambat pengembangan chip baru lalu menghambat industri teknologi global.
Komentar yang tersebut muncul setelah Reuters pekan lalu melaporkan bahwa semakin banyak anggota parlemen AS yang dimaksud menyerukan pemerintahan Biden untuk memberlakukan pembatasan ekspor pada RISC-V, teknologi sumber terbuka yang digunakan diawasi oleh yayasan nirlaba RISC-V International.
Teknologi RISC-V dapat digunakan sebagai substansi pembuatan chip untuk smartphone atau kecerdasan buatan.
Perusahaan-perusahaan besar AS seperti Qualcomm dan juga juga Google menggunakan teknologi RISC-V, begitu pula perusahaan China seperti Huawei Technologies Co.
Dalam postingan blognya, Calista Redmond, kepala RISC-V International, mengatakan RISC-V tiada berbeda dengan standar teknologi terbuka lainnya seperti ethernet, yang tersebut dimaksud membantu komputer dalam area internet berkomunikasi satu identik lain.
“Tindakan yang hal itu direncanakan oleh pemerintah untuk melakukan pembatasan standar terbuka yang mana belum pernah terjadi sebelumnya akan berdampak pada berkurangnya akses ke pasar global untuk produk, solusi, juga talenta,” tulis Redmond, dikutip dari Reuters, Rabu (11/10/2023).
“Memberlakukan dua standar akan menghasilkan solusi yang digunakan tiada kompatibel sehingga menduplikasi upaya dan juga juga menghentikan pasar.”
Redmond menulis bahwa RISC-V telah lama dikerjakan memperoleh kontribusi yang mana setara dari Amerika Utara, Eropa juga Asia. Standar yang tersebut mana diterbitkan oleh yayasan yang mana bukan cetak biru lengkap untuk menimbulkan chip.
Dengan membuka standar RISC-V untuk semua pihak, bukan berarti teknologi RISC-V jadi mudah dijiplak. Redmond menegaskan informasi yang digunakan hal tersebut tersedia lewat media open source merekan sebanding sekadar dengan informasi yang digunakan yang tersedia pada tempat teknologi privat milik perusahaan lain seperti Arm Holdings.