Opini  

Isu Sains serta Penelitian Dalam Kampanye Capres 2024

Isu Sains serta Penelitian Dalam Kampanye Capres 2024

republicberita.com –

Fathi Royyani

Fathi Royyani

Mohammad Fathi Royyani merupakan lulusan dari Fakultas Adab jurusan Sejarah juga Kebudayaan Islam IAIN (sekarang UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2000. Tahun 2002-2004, Fathi menempuh kuliah di dalam dalam Fakultas Ilmu Sosial dan juga juga Politik Universitas Indonesia jurusan Antropologi. Gelar doktor diperoleh tahun 2018 dari Fisip UI jurusan Antropologi. Tahun 2005 sampai dengan sekarang, Fathi adalah staf peneliti pada LIPI (sekarang BRIN). Fokus risetnya pada pemanfaatan tumbuhan, relasi manusia-alam, kearifan tradisional, juga lain sebagainya. Sebelum bergabung dengan LIPI, Fathi juga bergerak dalam lembaga swadaya warga lalu menimbulkan lembaga kajian sendiri, Kanal Budaya.

Profil Selengkapnya

Platform media sosial apapun sekarang ini pasti berisi kegiatan para tokoh nasional yang dimaksud dimaksud dijagokan menjadi calon presiden pada pilpres yang digunakan mana akan datang. Dari kegiatan silaturahmi, olah raga, diskusi juga juga lain sebagainya.

Atmosfer pemilihan umum juga sudah dirasakan pada lingkungan terdekat, RT lalu RW. Grup aplikasi percakapan WhatsApp yang tersebut dimaksud ada dalam tempat lingkungan sudah mulai menyebar informasi mengenai capres andalannya. Tensi kebijakan pemerintah masih belum begitu panas, yang digunakan lain kalau pun menanggapi cukup dengan emoticon atau pertanyaan balik mengenai prestasi capres andalannya.

Bisa jadi, dalam satu-dua bulan ke depan, tensi urusan urusan politik akan kian tinggi lalu panas. Jika selama ini baru sekadar pertanyaan, maka saat sudah panas akan ada debat yang mana berujung pada saling keluar grup. Hubungan sosial pun kian renggang lalu juga tidaklah bagus.

Bagusnya, masjid dalam area lingkungan saya jauh-jauh hari sudah wanti-wanti bukan ada pembicaraan urusan kebijakan pemerintah pada lingkungan masjid. Masjid belaka digunakan untuk ibadah kemudian juga kegiatan sosial lainnya.

Setiap orang bebas memilih capres yang digunakan hal tersebut disenanginya, tapi jamaah yang mana dimaksud lain juga punya pilihan sendiri. Semuanya boleh salat lalu ibadah.

Saya setuju dengan keputusan tersebut, selain sebagian kita belum dewasa dalam menyikapi perbedaan, juga nuansa kebijakan pemerintah identitas sangat kental. Dan yang tersebut tak kalah penting, masjid atau institusi agama tiada menggantikan institusi sosial.

Kita punya pengalaman yang digunakan tiada begitu manis terkait dengan pemilihan pemimpin yang tersebut hal itu menggunakan urusan kebijakan pemerintah identitas. Dalam kebijakan pemerintah ini, strategi yang dimaksud mana digunakan adalah membesarkan dan juga juga menguatkan identitas diri sendiri, namun sayangnya pada saat bersamaan disertai dengan menjelekkan identitas orang lain.

Membanggakan diri sendiri boleh saja, tidaklah ada yang tersebut itu melarang, tetapi harus disertai kesadaran bahwa orang lain juga mempunyai kebanggaan yang digunakan digunakan serupa. Namun jika hal-hal seperti ini yang diperkuat dalam ikatan sosial, maka sangat rentan terhadap pertentangan antar identitas.

Dana untuk Kampanye
Untuk pemilihan calon presiden tentu membutuhkan dana yang hal tersebut tidaklah sedikit. Tidak ada hitungan yang mana pasti berapa kebutuhan dana kampanye setiap capres kemudian cawapres.

Namun, persoalannya bukan terletak pada dana kampanye yang mana itu besar, melainkan penyelenggaraan dana besar kampanye yang dimaksud dimaksud menurut hemat saya, kurang efektif. Saat pemilu, baik legislatif maupun presiden, adalah saat “banjir” dana.

Untuk memenangkan suatu kompetisi pemilihan legislatif, setiap calon menyediakan dana yang digunakan mana tak ada sedikit. Satu calon mampu jadi menghabiskan dana sampai miliaran untuk memenangkan kontestasi.

Pada tahun 2019, pasangan Jokowi serta Ma’ruf Amin menyiapkan dana sampai Rp 606,7 miliar serta pasangan Prabowo-Sandiaga mengalokasikan Rp 213, 2 miliar seperti yang mana yang dilaporkan pada tim penyelenggara (https://www.cnbcindonesia.com/news/20190503085535-4-70265/wow-dana-kampanye-jokowi-rp-606-m-prabowo-rp-213-m). Alokasi untuk alat peraga dapat menghabiskan Rp 8 miliar, bilangan yang digunakan mana lumayan tinggi.

Pemilihan calon presiden tahun 2024, walau pun belum secara resmi mendaftar, setidaknya ada tiga capres yang tersebut dimaksud muncul. Mereka adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, lalu Anies Baswedan.

Gambar, foto, maupun berbagai konten kampanye terkait ketiganya sudah memenuhi media sosial kita. Belum ada data resmi yang mana hal itu dirilis terkait penyelenggaraan dana yang tersebut digunakan telah dilakukan terjadi dikeluarkan oleh masing-masing calon kandidat, tetapi dapat perkiraan sangat besar.

Membiayai alat peraga kampanye seperti baliho, spanduk, juga pamflet. Belum lagi untuk membiayai konten-konten lalu podcast, hingga biaya safari ketemu dengan rakyat maupun tokoh masyarakat.

Capres kemudian juga Isu Sains
Selama ini, dari tiga kandidat yang dimaksud hal itu muncul belum ada yang secara spesifik bicara mengenai peningkatan ilmu pengetahuan serta teknologi dalam pengenalan ke publik. Sains tampaknya menjadi isu yang tersebut hal itu kurang begitu seksi untuk dibicarakan. Para kandidat tambahan banyak banyak bicara mengenai infrastruktur, kesejahteraan rakyat atau isu-isu populis lainnya.

Padahal isu sains pada satu sisi juga sangat penting sebagai gerak kemudian harkat martabat suatu bangsa. Negara-negara yang kita kategorikan sebagai negara maju miliki iklim dan juga juga dana riset yang tersebut dimaksud besar. Bahkan, tiada jarang ilmuwan lalu juga peneliti Indonesia mendapatkan dana dari luar yang dimaksud digunakan tentu belaka temuan penelitian pun akan dimanfaatkan oleh lembaga pemberi dana.

Saya hanya saja sekali dapat belaka membayangkan bahwa biaya yang sangat besar untuk menciptakan alat peraga kampanye, jika dialokasikan untuk suatu riset yang digunakan sungguh-sungguh maka mungkin akan menemukan pemikiran yang mana bagus, terobosan dalam sains, lalu publikasi internasional yang mana digunakan dapat “mengangkat” Indonesia.

Jadi, setiap calon legislatif, calon presiden, calon gubernur atau bupati, melalui tim suksesnya mengalokasikan sekian persen dari dana kampanye untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta juga teknologi.

Dengan dana tersebut, setiap calon mampu mengklaim suatu terobosan penelitian serta publikasi internasional adalah karya nyata dari dukungan calon terhadap iklim pengetahuan yang dimaksud digunakan bagus.

Dengan demikian, iklim kontestasi pemilihan umum menjadi lebih besar tinggi sehat, tiada ada lagi ditaburi berbagai hoax kemudian kampanye negatif lainnya