republicberita.com – Wakil Menteri Komunikasi serta Informatika, Nezar Patria mengatakan perlu ada kebijakan Artificial Intelligence (AI) hingga level praktis sehingga risiko yang dibawa teknologi baru itu mampu dimitigasi.
Nezar, yang berbicara di tempat acara Global AI Governance and Generative AI – Contribution to Hiroshima AI Process, Internet Governance Forum atau IGF Kyoto 2023 di area Jepang, Senin (09/10/2023), mengatakan walaupun punya banyak dampak positif, risiko yang dimaksud dibawa AI juga perlu ditangani.
“Dalam menyikapi perkembangan AI, perlu ada kebijakan yang mana mendukung, semisal moderasi konten, keberimbangan dan juga non-diskriminasi, serta upaya penguatan literasi digital. Kita harus akui bahwa AI membawa berbagai risiko seperti pelanggaran hak privasi dan juga penyalahgunaan kekayaan intelektual yang mana butuh ditangani secara hati-hati,” kata Nezar dalam siaran pers yang mana diterima di tempat Jakarta.
Lebih lanjut Wamenkominfo menegaskan, Indonesia paham akan pentingnya penanganan lalu mitigasi risiko AI, baik dari sisi kebijakan maupun level praktis. Untuk itu Indonesia telah terjadi memulai pengembangan biosfer pemerintahan berbasis AI sejak 2020 lewat beberapa kebijakan yang dimaksud bersifat nasional.
“Di antaranya Dokumen Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Republik Indonesia 2020-2045, Klasifikasi Standar Pengembangan Lini Bisnis Pemrograman Berbasis AI, serta UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang tersebut sudah mengakomodir pemrosesan data yang mana kompleks,” tuturnya.
Ia turut menyampaikan apresiasi kepada pemerintahan Jepang yang digunakan mengangkat urgensi pembahasan isu AI ini.
“Komitmen terhadap penanganan AI juga kami wujudkan dalam bentuk dukungan atas G20 AI Principle saat Presidensi Jepang dalam KTT G20 empat tahun lalu. Kami juga mengapresiasi upaya Jepang dalam G7 Hiroshima Summit lalu untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan di dalam luar anggota G7,” Nezar menambahkan.
Turut berbicara pada panel diskusi itu, Perdana Menteri Jepang Kishida Fumio menekankan keberimbangan antara pengembangan AI kemudian regulasi yang dimaksud mengaturnya.
“Dalam konteks AI, harus ada keberimbangan antara melakukan iklan serta menegakkan regulasi. Hanya dengan demikian AI dapat memberikan manfaat yang mana luas, juga mengurangi risiko negatifnya,” jelas PM Jepang.
Turut hadir dalam kesempatan hal itu Vinton G Cerf, yang dimaksud lebih banyak dikenal sebagai Bapak Internet Dunia. Ia menyampaikan kepeduliannya tentang AI berdasarkan pengalamannya sebagai dedengkot programmer.
“Semakin kita tergantung kepada teknologi, maka akan semakin datang pula risiko-risikonya kepada kita,” tegasnya.
AI, menurutnya, tidaklah belaka tentang bagaimana sistem hal tersebut akan dikelola, tapi juga sumber materi yang dimaksud digunakan AI.
“Kita juga harus menegaskan darimana sumber materi yang digunakan AI sebagai sebuah machine learning. Kita baru dapat mempertimbangkan kualitas AI apabila kita tahu sumber materi yang diolahnya. Teknologi AI juga dapat menghasilkan hal yang tersebut tak benar. Jika teknologi mempunyai probabilitas untuk benar, maka dia juga memiliki probablitas untuk menjadi salah,” ujar Vinton.